Panglima Laot, Dedikasi Hukum Adat untuk Kelestarian Pesisir Aceh

Nenek moyangku seorang pelaut
gemar mengarungi luas samudera
menerjang ombak tiada takut
menempuh badai sudah biasa

Kalimat diatas merupakan petikan dari sebuah lagu yang sering kita dengar saat anak-anak. Salah satu bukti bahwa nenek moyang kita adalah pelaut yaitu adanya kearifan lokal mengenai hukum adat tentang laut yang telah ada sejak 400 tahun lalu di Aceh dan masih berlaku hingga sekarang lho. Hukum adat tersebut disebut Panglima Laot.

Nah, apakah kalian tahu kalau di Aceh masih berlaku hukum adat yang disebut Panglima Laot? Biar tidak penasaran, yuk simak penjelasan berikut!

Panglima Laot bermula di Aceh sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Panglima Laot awalnya didirikan untuk mengatur dan memimpin angkatan perang. Saat ini, Panglima Laot berperan sebagai lembaga adat yang yang hidup di tengah masyarakat nelayan di Provinsi Aceh untuk menegakkanhukum adat laot. Secara spesifik hukum adat laot mencakup kaidah-kaidah yang ditujukan kepada sekelompok orang yang mencari nafkah di laut. Diperkirakan terdapat sekitar 50 Panglima Laot Lhok di Provinsi Aceh. Lhok sendiri merupakan suatu wilayah yang dihuni oleh sekelompok nelayan dengan seorang pemimpin untuk mengelola laut. Berdasarkan Qanun Aceh No. 10 tahun 2008, struktur Panglima Laot dari yang tertinggi meliputi Panglima Laot Aceh, Panglima Laot Kabupaten/Kota, dan Panglima Laot Lhok.

Tugas dan kewenangan Panglima Laot diatur dalam Qanun Aceh No. 10 tahun 2008 Pasal 28. Tugas Panglima Laot antara lain: a) melaksanakan, memelihara dan mengawasi pelaksanaan adat istiadat dan hukum adat laot, b) membantu pemerintah dalam bidang perikanan dan kelautan, c) menyelesaikan sengketa dan perselisihan yang terjadi diantara nelayan sesuai dengan ketentuan hukum adat laot, d) menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan Kawasan pesisir dan laut, e) memperjuangkan peningkatan taraf hidup masyarakat nelayan, f) mencegah terjadinya penangkapan ikan secara ilegal. Kewenangan Panglima Laot antara lain: a) menentukan tata tertib penangkapan ikan atau meupayang termasuk bagi hasil dan hari-hari pantang melaut, b) menyelesaikan sengketa adat dan perselisihan yang terjadi di kalangan nelayan, c) menyelesaikan sengketa adat yang terjadi antar Panglima Laot Lhok, d) mengkoordinasikan pelaksanaan hukum adat laot, peningkatan sumber daya, dan advokasi kebijakan bidang kelautan, dan perikanan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan.

Gambar 1. Logo Panglima Laot

Salah satu kewenangan Panglima Laot adalah menentukan hari-hari pantang melaut seperti hari Jumat, hari besar Islam, hari kemerdekaan, hari peringatan tsunami Aceh, kenduri laot, dan sebagainya. Aturan tersebut wajib dipatuhi oleh seluruh nelayan dan terdapat sanksi bagi para pelanggar seperti larangan melaut selama beberapa hari. Larangan melaut dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan hari berkabung atas korban tsunami (khusus tanggal 24 Desember). Apabila dijumlahkan, total hari libur melaut nelayan termasuk libur karena cuaca buruk dapat mencapai dua bulan. Ditinjau dari segi ekologis, hal tersebut penting untuk kelestarian ekosistem laut karena memberikan kesempatan kepada ikan dan biota lainnya untuk berkembang biak.

Hukum adat laot juga mengatur mengenai pelarangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti bom ikan, setrum listrik, dan trawl. Menangkap biota dilindungi seperti lumba-lumba, penyu, paus juga dilarang dengan sanksi berupa penyitaan kapal dan hasil tangkapan bagi para pelanggar. Oleh karena itu, untuk memudahkan pencarian ikan tanpa harus pergi jauh ke laut lepas, para nelayan di Aceh terbiasa menanam pohon kelapa, mangrove, dan lain-lain sesuai peribahasa “koh bak kayee hanjeut, tanom bak kayee nyan geuyue” yang berarti “menebang pohon itu tidak boleh, tetapi menanam diharuskan”. Kegiatan tersebut dilakukan karena nelayan percaya saat terdapat banyak pohon di pesisir ikan-ikan akan mendekat hingga ke pantai. 

Anggota Panglima Laot diajarkan pula mengenai kewajiban tolong menolong kepada seseorang yang membutuhkan bantuan. Misalnya ketika ada kapal mogok atau orang hanyut maka nelayan yang mengetahuinya wajib membantu atau setidaknya menawarkan bantuan. Nelayan yang menolak memberikan bantuan dapat dikenakan sanksi adat seperti dikeluarkan dari keanggotaan atau diusir dari wilayah tersebut. Selain itu, Panglima Laot juga mengemban tugas penting untuk menjaga keamanan laut dari ancaman eksternal seperti kasus pencurian ikan oleh nelayan wilayah lain. Jika kasus seperti itu terjadi, langkah penyelesaiannya yaitu melalui sidang adat dengan sanksi berupa teguran, penyitaan hasil tangkapan, penahanan kapal selama 3-7 hari, hingga penyitaan kapal permanen.

Panglima Laot telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB Indonesia) pada tahun 2018. Meskipun lembaga adat ini hanya ada di Aceh, semoga kegiatan-kegiatan positif Panglima Laot dapat menginspirasi seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan hal serupa ya!

Novia Fara Diza
Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya


Referensi:
Amar, F., Adwani, & Mujibussalim. (2015). Pelaksanaan tugas dan fungsi Panglima Laot di Kota Sabang. Jurnal Ilmu Hukum, 3(4), 13-19.
https://maa.acehprov.go.id/berita/kategori/hukum-adat/hukum-adat-laut-dan-panglima-laut
https://www.mongabay.co.id/2021/01/20/panglima-laot-hukum-adat-dan-perannya-dalam-menjaga-pesisir-aceh/
https://kkp.go.id/djprl/artikel/18738-mengenal-tugas-dan-fungsi-panglima-laot-di-aceh
Referensi Gambar:
https://screenaceh.blogspot.com/
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/panglima-laot-lembaga-yang-mengatur-adat-melaut-di-aceh/

Share via :
× Chat Whatsapp