Pemetaan Batimetri Perairan Dangkal Menggunakan Satelit Sentinel-2A

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.504 pada tahun 2021. Hal ini tentu memberikan potensi sekaligus tantangan bagi pembangunan di Indonesia, terutama wilayah pesisir dan kelautan. Untuk memaksimalkan potensi di sektor pesisir dan kelautan maka perlu ketersediaan data spasial kelautan, salah satunya yaitu data batimetri. Data batimetri dapat diperoleh melalui survei batimetri yang memiliki peranan penting untuk kegiatan sektor pesisir, perikanan, dan kelautan baik secara langsung maupun tidak langsung. Terlebih Indonesia yang memiliki banyak pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya.

Survei batimetri merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh data kedalaman dan kondisi topografi dasar laut, juga lokasi objek-objek yang berpotensi menimbulkan bahaya. Peta batimetri memberikan informasi tentang kondisi permukaan maupun dasar laut, struktur, bentuk dan penampakan. Teknik pengambilan data batimetri umumnya menggunakan alat survei akustik yaitu echosounder. Echosounder merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui kedalaman berdasarkan prinsip perambatan suara. Sayangnya alat ini cukup sulit diterapkan di perairan dangkal karena perairan dangkal memiliki ekosistem yang cukup tinggi (terumbu karang, padang lamun dan biota asosiasi). Selain itu untuk mendapatkan data yang akurat tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia yang memiliki wilayah laut yang luas.

Teknologi pemetaan batimetri berkembang dari waktu ke waktu. Dewasa ini teknologi pengindraan jauh telah banyak dilakukan untuk pemetaan batimetri perairan dangkal karena dipandang sebagai salah satu cara yang efektif dan efisien. Pengindraan jauh memanfaatkan teknologi citra sensor pasif yang dikenal sebagai Satellite Derived Bathymetry (SDB). Teknologi pengindraan jauh juga mempunyai kemampuan untuk memberikan informasi secara kontinu karena teknologi pengindraan jauh menggunakan sistem satelit yang telah diprogram untuk melintasi daerah yang sama dalam waktu tertenu (Wahyuningrum, 2007).

Pengolahan Batimetri ((IHO), 2004)

Pada pengolahan satellite derived bathymetry metode yang digunakan adalah algoritma Lyzenga dan algoritma Stumpf menggunakan data citra satelit Sentinel-2A. Kedua algoritma tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Algoritma Lyzenga ditemukan dan dikembangkan oleh Lyzenga pada tahun 1978 dan terus mengalami perkembangan melalui rangkaian penelitian ilmiah pada tahun 1981, 1985, dan 2006. Algoritma Lyzenga mengimplementasikan algoritma yang menggunakan satu maupun sepasang pita gelombang satelit pasif. Algoritma Lyzenga menggunakan logaritma linear  dalam  pengoperasiannya dan dapat digunakan dengan menggunakan satu, sepasang, atau tiga  saluran citra optis (saluran biru, hijau, dan merah).

Algoritma Stumpf ditemukan dan dikembangkan oleh Stumpf dengan menggunakan prinsip penyerapan oleh pita multispektral pada badan air yang memiliki perbedaan dan dengan perbedaan ini secara konseptual akan menghasilkan suatu rasio antar pita multispektral. Algoritma Stumpf juga menggunakan band biru dan band hijau. Algoritma-algoritma tersebut sama-sama dapat mendeteksi kedalaman perairan hingga kedalaman tertentu. Akan tetapi, belum diketahui apakah kedua algoritma tersebut dapat mendeteksi kedalaman yang sama atau berbeda. Kedua algoritma tersebut juga dapat menghasilkan data dengan kualitas yang baik.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh merupakan solusi yang tepat untuk mendapatkan data batimetri di Indonesia. Keuntungan yang dapat diperoleh yaitu dapat dilakukan revisi pemetaan perairan dangkal dengan mudah, cepat. dan murah. mudah didapatkan, daerah cangkupannya begitu luas namun masih memiliki resolusi spasial yang baik. Penggunaan teknologi penginderaan jauh untuk pemetaan batimetri ini akan sangat berguna untuk menentukan jalur pelayaran yang aman pada saat kapal berlayar di perairan dangkal.

Janatan Kartika
Teknik Geodesi, Universitas Diponegoro


Referensi :

(IHO), I. (2004). Status Of Hydrographic Surveying And Nautical Charting Worldwide. Monaco: Publication C-55.

Jaelani, L., & Bobsaid, M. (2017). Studi Pemetaan Batimetri Perairan Dangkal Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 Dan Sentinel-2a (Studi Kasus : Perairan Pulau Poteran Dan Gili Iyang, Madura). Jurnal Teknik Its Vol. 6, No. 2, 2337-3520.

Mavraeidopoulos, A., Pallikaris, A., & Oikonomou, E. (2017). Satellite Derived Bathymetry (Sdb) And Safety Of Navigation. Iho.

Wahyuningrum, P. I. (2007). Pengembangan Algoritma Untuk Estimasi Kedalaman Perairan Dangkal Menggunakan Data Landsat-7 Etm+ (Studi Kasus: Perairan Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta). Institut Pertanian Bogor .

Share via :
× Chat Whatsapp