Apabila mendengar kata ozon, apa yang terlintas di pikiran Anda? Gas? Atmosfer? Berlubang? Pemanasan global? Perubahan iklim? Kenaikan permukaan air laut. Ya, ozon berhubungan dengan hal-hal tersebut. Ozon (O3) merupakan salah satu gas yang terdapat di lapisan atmosfer. Jenis gas ini terbentuk melalui proses fotokimia.
Ozon berfungsi untuk menyerap dan mengendalikan sinar ultraviolet (UV) dari radiasi matahari (Sutoyo, 2009). Bisa dibayangkan apabila lapisan ini hilang, akan begitu banyak dampak yang akan ditimbulkan misalnya pemanasan global. Pemanasan global selanjutnya akan mengakibatkan naiknya suhu rata-rata secara global, perubahan iklim, dan kenaikan permukaan air laut (karena mencairnya es di wilayah kutub). Beberapa hal tersebut merupakan dampak primer dari menipisnya lapisan ozon. Adapun dampak sekunder yang ditimbulkan ialah terjadinya kekeringan, banjir di beberapa wilayah, serta berkurangnya bahkan punahnya beberapa flora dan fauna.
Mengingat akan pentingnya keberadaan lapisan ozon, manusia berupaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk melakukan pengkajian lebih lanjut terkait ozon. Salah satunya dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Melalui teknologi ini, kondisi lapisan ozon dapat diidentifikasi dengan mudah.
Selain itu, teknologi pengindraan jauh juga dapat digunakan untuk mendeteksi dampak dari penipisan lapisan ozon. Dalam hal ini ialah pencairan lapisan es di wilayah kutub. Proses deteksi ini berkaitan dengan kajian kenaikan permukaan air laut.

Satelit ICESat-2 merupakan satelit dengan misi pemant wilayah kutub yang diluncurkan oleh NASA pada tanggal 15 September (Asikin, 2018). Satelit ini memiliki karakteristik yang meliputi memiliki resolusi spasial yang tinggi (cm), sensor berupa laser, dan memiliki resolusi temporal 91 hari, dan dilengkapi altimeter (Zell, 2017). Adanya satelit ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait kondisi lapisan es akibat pemanasan global. Dengan demikian, potensi kenaikan muka air laut dapat diprediksi. Hasil deteksi terkait kenaikan muka air laut dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dan evaluasi atas kondisi saat ini, misal dalam hal penanggulangan kerusakan lapisan ozon.
Pengkajian terhadap fenomena kenaikan muka air laut juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan data ketinggian muka air laut yang diekstraksi dari citra satelit Jason-1 GDRC (Joesidawati, 2013). Tinggi muka air laut dihitung dari penggabungan nilai Sea Surface Hight (SSH). Nilai ini diukur dari tinggi muka laut dari bidang ellipsoid. Selanjutnya, dari data tersebut dapat dibuat suatu pemodelan kenaikan muka air laut dengan menggunakan software tertentu, misal software MAGICC.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat diketahui bahwa teknologi jauh memegang peranan yang penting. Proses deteksi dan evaluasi terkait lapisan ozonpun dapat dilakukan dengan mudah dan efektif. Selanjutnya, hasil dari proses deteksi dan evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk tindakan di masa mendatang.
Maulidini Fatimah Azahra
maulidini.fatimah.azahra@mail.co.id
Program Studi Penginderaan Jauh dan SIG
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Referensi:
Joesidawati, M. (2013). Kajian Perubahan Iklim dan Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir (Studi Kasus Kabupaten Tuban). Ekologia, 17-24.
Sutoyo, W. (2009). Upaya Mengurangi Penipisan Lapisan Ozon. Buana Sains, 141-146.
Referensi Gambar:
https://techno.okezone.com/read/2014/11/03/56/1060524/lapisan-ozon-robek-29-9-juta-kilometer
https://nasa.gov/press-release/iceset-2-launch-briefing-and-events-from-california
https://www.freepik.com/free-photo/circular-globe-surrounded-by-smoke_2518171.htm#page=1&query=pollution&position=14