Sekilas Tentang UUV (Unmanned Underwater Vehicle) di Indonesia

Kita sebagai warga Indonesia pastilah tahu jika Indonesia memiliki potensi maritim yang begitu besar. Indonesia dikenal dengan sebutan negara maritim yang dapat dilihat dari segi letak geografis, kekayaan sumber daya, dan luas wilayah cakupan perairannya. Posisi geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Australia serta di antara samudera Pasifik dan samudera Hindia. Wilayah lautan Indonesia mencapai 2/3 (dua pertiga) dari seluruh wilayah Indonesia, 17.504 pulau, dan mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Hal tersebut membuat banyak negara tertarik untuk dapat mengambil atau bahkan menguasai kekayaan yang dimiliki Indonesia. Melihat kasus tersebut tentu saja akan menjadi ancaman, gangguan, hambatan, sekaligus tantangan bagi kedaulatan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Potensi wilayah dan sumber daya alam di Indonesia yang melimpah membuat Indonesia menjadi objek kepentingan negara asing, baik secara langsung maupun tidak langsung.  Fakta tersebut dapat dilihat dari penemuan tiga seaglider atau Unmanned Underwater Vehicles (UUV) di perairan Indonesia. Kejadian ini terjadi pada tahun 2019 di Pulau Tenggel, Kepulauan Riau. Selain itu, pada akhir tahun 2020 ditemukan UUV oleh nelayan di kepulauan Selayar. Pada tahun yang sama, nelayan juga menemukan UUV di perairan Masalembu, Sumenep, Madura (1).

Gambar 1. Gambaran Bentuk Unmanned Underwater Vehicle (UUV) (Sumber: inet.detik.com)

Apa itu UUV? Unmanned Underwater Vehicle (UUV) sendiri merupakan sebuah kendaraan bawah permukaan air tanpa awak. Tanpa awak dapat diartikan bahwa kendaraan tersebut dikendalikan oleh operator yang tidak berada di dalam kapal, melainkan dikendalikan di luar kapal sehingga memungkinkan untuk dikendalikan dari jarak jauh. Kendaraan ini dapat digunakan dan dikembangkan untuk kegiatan militer dan penelitian. Kendaraan di bawah permukaan air tanpa awak ini dalam perkembangannya menjadi relatif berteknologi tinggi dan mahal. Salah satu teknologi kapal sebelumnya adalah kapal-kapal listrik milik Jerman pada Perang Dunia I di mana pada kapal tersebut dilengkapi dengan bahan peledak dan kemudian diarahkan ke kapal-kapal perang yang berukuran besar dan bergerak lambat.

Fungsi dari Seaglider ini sebagai kendaraan bawah air tanpa awak yang dikembangkan adalah untuk pengukuran parameter oseanografi jangka panjang yang berkelanjutan sehingga berguna untuk kepentingan penelitian ataupun pertahanan. Hal itu dilakukan jika pengamatan oseanografi tidak dapat dilakukan menggunakan teknologi penginderaan jauh seperti satelit. UUV ini memiliki sebuah kemampuan untuk mengambil data Multibeam dan Side Scan Sonar yaitu pengambilan data kedalaman, citra dasar laut, CTD (Conductivity Temperature Depth) dan SVP (Sound Velocity Profiler). Data yang didapatkan nantinya dapat digunakan untuk kepentingan pemetaan laut, kepentingan industri kelautan, dan juga untuk kepentingan militer seperti membuat peta layer bawah laut untuk kapal selam (2).

Gambar 2. Unmanned Underwater Vehicle (UUV) (Sumber: pmrpressrelease.com)

Awal mulanya, Unmanned Underwater Vehicles terdiri atas Autonomous Underwater Vehicles (AUV) dan Remotely Operated Vehicles (ROV). Adanya UUV ini menjadi salah satu dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tentunya dapat mempengaruhi teknologi militer yang berkembang. Penggunaan UUV atau dapat juga disebut dengan drone di daerah konflik bersenjata dapat digunakan untuk pertahanan suatu negara maupun kontra terorisme.

Menurut Akbar Kurnia, dkk (2021) menyebutkan dalam jurnalnya bahwa Seaglider mempunyai fungsi untuk merekam data di bawah iaut seperti suhu dan salinitas. Aktivitas di laut seperti pertambangan, pengeboran bawah laut, dan juga penangkapan ikan membutuhkan data tersebut. Bagi aktivitas militer yaitu khususnya aktivitas kapal selam membutuhkan data salinitas, arus, dan suhu di suatu kedalaman laut untuk melakukan aktivitas tersebut. Hal itu dikarenakan data tersebut akan mempengaruhi terutama pada kesenyapan kapal selam. Pada kondisi tertentu, di suatu titik kapal selam dapat bersembunyi sebab sinyal sonar sulit menembus karena dibiaskan oleh salinitas, arus, dan temperatur. Namun terlepas dari seaglider yang mempunyai banyak fungsi, masih terdapat kemungkinan jika seaglider ini digunakan sebagai kepentingan militer seperti penyerangan atau mata-mata yang tentunya akan mempengaruhi eksistensi kedaulatan Indonesia.

Mengenai penemuan Seaglider atau UUV di wilayah perairan Indonesia sudah diketahui siapa pemiliknya yang ternyata berasal dari Negara asing. Hal itu tentu melanggar kedaulatan Indonesia yang telah dilindungi oleh konvensi hukum laut Internasional.  Peraturan tersebut dikeluarkan oleh United Nations Convention on the Law of the Sea yang telah diratifikasi oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut). Hak negara iain di laut teritorial hanyalah hak lintas damai, dan tidak boleh digunakan untuk riset apalagi untuk memata-mata (3).

Gambar 3. Autonomous Underwater Vehicle (Sumber: ecagroup.com)

Dalam kasus ini diharapkan Pemerintah Indonesia dapat ikut berkembang mengenai penggunaan teknologi sebagai bentuk penjagaan atau pengawasan terhadap wilayah Indonesia. Mengenai Seaglider atau UUV ini juga sebenarnya sangat berguna sebagai bentuk pertahanan militer di wilayah perairan Indonesia. Terkait penemuan Seaglider atau UUV di wilayah perairan Indonesia di mana alat tersebut adalah milik Negara asing membuktikan bahwa keamanan laut di Indonesia masih kurang. Sejalan dengan hal itu tentu Pemerintah diharapkan membuat sebuah kebijakan dan penyelidikan yang mendalam karena bisa saja masih terdapat Seaglider di wilayah lain yang mungkin belum ditemukan.

 

Rismawati (Universitas Ahmad Dahlan)

 


Daftar Pustaka

  1. Rohman N, Simanjutak M, Erlita D. Analisis Tinjauan Hukum Penggunaan Unmanned Underwater Vehicles Di Perairan Indonesia. J Manaj Pendidik Dan Ilmu Sos [Internet]. 2021;2(2):979–88. Available from: https://dinastirev.org/JMPIS/article/view/766
  2. Rizkiana IW, Prakoso LY, Sudiarso A, Laut SP, Pertahanan FS. Geostrategi Angkatan Laut Indonesia : Membangun Kekuatan Bawah Permukaan Sebagai Center of Gravity Pertahanan Negara Indonesian Navy Geostrategy : Building Under Surface Strength As a Center of Gravity for State Defense. :203–19.
  3. Putra AK, Faradilla A, Sipahutar B. Underwater Drone: Aset Militer, Perangkat Penelitian dan Kedaulatan. PROGRESIF J Huk. 2022;16(2):154–67.

 

Share:

Share via :
× Chat Whatsapp