Bedah Suwangan : Kearifan Lokal Penanggulangan Banjir Muara Opak

Sungai Opak adalah salah satu sungai yang mengalir di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sungai Opak memiliki panjang sungai ±65 km dengan hulu berada di Kawasan Gunung Merapi-Merbabu  dan hilir berada di antara Pantai Depok dan Pantai Samas (Bappeda DIY, 2022). Aliran sungai Opak membawa material pasir yang diangkut dan diendapkan di sepanjang sungai dan muara Sungai melalui proses sortasi. Proses sortasi aliran sungai terjadi dimana bongkahan vulkanik yang besar dan berat terendapkan terlebih dahulu di kawasan hulu, sedangkan material pasir yang ringan terbawa hingga muara. Sedimentasi muara sungai Opak membentuk “spit” dan “laguna” yang khas, dimana terjadi pembelokan alur sungai.

Pembelokan alur sungai terjadi diakibatkan oleh tenaga fluvio-marin dimana proses transport sedimen terpengaruh oleh proses marin yaitu gelombang, pasang surut, arus laut dan arus susur pantai. Bentuk lahan sedimen yang memanjang di muara sungai kita kenal sebagai “spit”. Bentukan “spit” membentuk perairan diantara beting gisik dan daratan yang kita sebut sebagai “laguna”. Keindahan bentukan alami laguna membawa berkah tersendiri bagi pelaku pariwisata.

Adakah dampak dari bentukan ini?

Menurut Arsyad S. (2000), sedimentasi terjadi karena proses pengendapan sedimen hasil erosi yang terbawa oleh aliran air pada suatu tempat yang kecepatan alirannya melambat. Interaksi faktor karakteristik sungai yang penting terutama bentuk morfologi sungai, tingkat kekasaran dasar sungai, dan kemiringan sungai menentukan jumlah dan tipe sedimen serta kecepatan pengangkutan sedimen (Asdak, 1995). Sungai Opak mempunyai karakteristik muara sungai yang sering berpindah. Keberadaan sedimen di muara disebabkan oleh sedimen yang terbawa oleh aliran sungai dan sedimen yang bergerak sepanjang pantai (longshore sediment transport).

Pada musim kemarau, debit aliran sungai menurun sehingga tidak mempunyai gaya dorong yang cukup untuk meloloskan sedimen ke laut lepas. Pada akhirnya, sedimen tersebut terdeposisi dan menghambat aliran outlet muara. Debit Sungai yang tidak dapat lolos ke laut kemudian menggenangi kawasan sempadan sungai dan area sekitarnya. Ada arus balik aliran sungai ke utara, hal tersebut menyebabkan area persawahan tergenang dan berdampak pada kerugian material bagi petani setempat.

Kegiatan “bedah suwangan” merupakan upaya mitigasi warga untuk menanggulangi “sumbatan” pada muara Sungai Opak. Kegiatan ini dilakukan hampir setiap musim kemarau ketika aliran atau debit air Sungai Opak berkurang.

Gotong royong dilakukan warga terdampak banjir muara yaitu warga Kelurahan Srigading, Kecamatan Sanden dan Kelurahan Tirtohargo, Kecamatan Kretek, serta dibantu oleh Balai Besar Wilayah Sungai Opak (BBWSO) seperti yang dilansir dari laman srigading.bantulkab.go.id pada 4 Agustus 2018. Saat itu, hamparan sawah sebagian besar ditanam bawang merah yang berumur antara 30 – 45 hari terancam gagal panen. Upaya bedah suwangan dilakukan dengan berbagai alat dan metode baik secara tradisional maupun modern. Cangkul dan eskavator “backhoe” dikerahkan untuk mengeruk sedimen pasir dan membentuk aliran outlet sungai menuju laut. Pompa penyedot air digunakan untuk memindahkan air yang telah menggenangi sawah. Berbagai Upaya telah dilakukan untuk menanggulangi banjir, namun petani pesimis akan keberhasilan panen karena tanaman telah terendam air payau.

Kegiatan “bedah suwangan” merupakan upaya penanggulangan atau antisipasi bencana banjir, terdapat resiko bencana banjir akan terulang lagi akibat hal yang sama. Untuk itu, diperlukan upaya mitigasi agar banjir muara Sungai Opak tidak terulang kembali. Pengendalian banjir secara struktural sebagai contoh pembangunan bendungan, pembuatan check dam, pembuatan alur pengendali banjir atau flood way dan melakukan perbaikan alur sungai pada prinsipnya bertujuan untuk pengendalian transport sedimen dan menambah dimensi tampang alur sungai. Sedangkan mitigasi non-struktural seperti pengembangan dan pengaturan daerah banjir dan penyuluhan masyarakat diperlukan untuk warga terdampak di kawasan banjir muara Sungai Opak. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi antara berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat setempat. (NRD)


Referensi:

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor.

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM. Yogyakarta.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2022 – 2027

srigading.bantulkab.go.id/first/artikel/358—-BEDAH-SUWANGAN—-PERJUANGAN-BAGI-PENGHIDUPAN-PETANI

Share via :
× Chat Whatsapp